Rabu, 04 Juli 2012

Mari Kita Kenal Shabu Itu Apa?


Amfetamin
Efek amfetamin hampir mirip seperti adrenalin namun mempunyai efek kerja yang lebih lama. Obat ini bekerja dengan cara yang mirip dengan kokain dimana akan membuat penggunanya merasa energik. Amfetamin bekerja dengan cara seperti adrenalin, yaitu sebuah hormon yang diproduksi secara alami dalam tubuh manusia. Zat ini di kalangan pengguna napza dikenal sebagai “upper” yang mana dapat menurunkan nafsu makan dan akan menyebabkan pengguna tidak mempunyai rasa lelah. Mengkonsumsi satu paket amfetamin akan memberikan efek langsung yang bekerja dalam waktu 15 sampai 30 menit. Apabila dihisap (snort) maka akan menimbulkan yang lebih cepat (5 hingga 10 menit). Apabila disuntikkan akan memberikan efek yang seketika dan langsung.


Bagaimana Amfetamin Mempengaruhi Otak?
Ketika seseorang menggunakan “upper”, zat tersebut akan merangsang sistem saraf pusat penggunanya. Zat bekerja pada sistem neurotransmiter norepinefrin dan dopamin otak. Menggunakan amfetamin dapat menyebabkan otak untuk menghasilkan tingkat dopamin yang lebih tinggi. Jumlah dopamin yang berlebih di dalam otak akan menghasilkan perasaan euforia dan kesenangan yang biasa dikenal sebagai "high."

Seiring berjalannya waktu, orang yang menggunakan shabu akan mengembangkan toleransi terhadap zat amfetamin yang terkandung di dalam Shabu. Toleransi artinya seseorang akan membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama. Jika sejumlah dosis yang dibutuhkan tidak terpenuhi maka pengguna zat amfetamin akan muncul perasaan craving/withdrawal atau dikenal dengan perasaan sakaw.


Sensasi yang ditimbulkan oleh amfetamin
Sensasi yang ditimbulkan akan membuat otak lebih jernih dan bisa berpikir lebih fokus. Otak menjadi lebih bertenaga untuk berpikir berat dan bekerja keras, namun akan muncul kondisi arogan yang tanpa sengaja muncul akibat penggunaan zat ini. Pupil akan berdilatasi (melebar). Nafsu makan akan sangat ditekan. Hasrat ingin pipis juga akan ditekan. Tekanan darah bertendensi untuk naik secara signifikan. Secara mental, pengguna akan mempunyai rasa percaya diri yang berlebih dan merasa lebih happy. Pengguna akan lebih talkative, banyak ngomong dan meningkatkan pola komunikasi dengan orang lain. Karena seluruh sistem saraf pusat terstimulasi maka kewaspadaan dan daya tahan tubuh juga meningkat. Pengguna seringkali berbicara terus dengan cepat dan terus menerus. Amfetamin dosis rendah akan habis durasinya di dalam tubuh kita antara 3 sampai 8 jam, Setelah itu pengguna akan merasa kelelahan. Kondisi ini akan membuat dorongan untuk kembali “speed-up” dan kembali mengkonsumsi satu dosis kecil lagi, begitu seterusnya. Penggunaan bagi social user dimana biasanya hanya menggunakan amfetamin pada akhir minggu biasanya menjadi tidak bisa mengontrol penggunaannya dan banyak yang berakhir dengan penggunaan sepanjang minggu penuh, mulai dari Sabtu ke Jumat, begitu seterusnya.


Efek Dari Amfetamin
Karena efeknya yang menimbulkan kecanduan dengan adanya toleransi dari zat yang dikonsumsi, maka zat ini juga akan menimbulkan efek secara fisik. Begitu seseorang telah kecanduan amfetamin, maka orang tersebut harus kembali menggunakan amfetamin untuk mencegah sakaw (withdrawal). Karena efek yang ditimbulkan amfetamin bisa boosting energi pada penggunanya, maka efek withdrawal yang paling sering muncul adalah kelelahan. Pengguna zat ini kemungkinan juga akan membutuhkan waktu tidur yang lebih lama dan sangat sensitif/mudah marah pada saat dibangunkan. Begitu efek obatnya hilang, pengguna yang tadinya tidak merasa lapar kemudian menjadi sangat lapar. Pada beberapa kalangan selebriti, penggunaan zat ini sering digunakan sebagai obat untuk menurunkan nafsu makan. Namun sebenarnya sama saja karena nafsu makan akan kembali meningkat setelah efek obatnya hilang. Itulah sebabnya banyak selebriti perempuan yang mati-matian menjaga berat badannya dan akhirnya berakhir pada kecanduan amfetamin.
Depresi juga merupakan efek withdrawal yang paling sering pada pengguna amfetamin. Pada kasus-kasus yang berat malahan dapat menimbulkan tentamen suicide (hasrat ingin bunuh diri). Karena efek depresinya ini terkadang pengguna dapat menjadi orang yang berlaku sangat kasar.


Efek Jangka Panjang
Selama jangka panjang, seseorang yang menggunakan amfetamin secara teratur akan menemukan tanda-tanda efek samping jangka panjang yang biasanya terdiri dari :

• Pandangan kabur
• Pusing
• Peningkatan detak jantung
• Sakit kepala
• Tekanan darah tinggi
• Kurang nafsu makan
• Nafas cepat
• Gelisah

Pada penggunaan zat terus menerus akhirnya akan menimbulkan gangguan gizi dan gangguan tidur. Pengguna akan lebih rentan untuk sakit apapun karena kondisi kesehatan yang secara keseluruhannya buruk.

Amfetamin Psikosis
Efek penggunaan jangka panjang bisa menimbulkan kondisi yang disebut dengan amfetamin psikosis. Gangguan mental ini sangat mirip sekali dengan paranoid schizophrenia. Efek psikosis ini juga bisa muncul pada penggunaan jangka pendek dengan dosis yang besar. Kondisi psikosis inilah yang tidak disadari oleh kebanyakan pengguna amfetamin. Karena efeknya baru muncul jangka panjang maka sering kali efek ini disalah artikan. Pengalaman dari negara-negara lain yang sudah lebih lama muncul penggunaan amfetamin, telah banyak korban dengan gangguan psikosis atau gangguan kejiwaan yang parah.
Tentunya Anda tidak ingin efek kesenangan sesaat dibayar mahal di kemudian hari bukan?

www.dokterbagus.com
http://dokterbagus.com/?p=782

Meditasi Bisa Meredakan Sakit


Selama ini meditasi diketahui dapat membuat orang menjadi lebih tenang. Tapi ternyata meditasi juga dapat membantu menghilangkan rasa sakit yang lebih ampuh dibanding obat.

Para peneliti telah menemukan hanya melakukan satu jam latihan meditasi bisa mengurangi rasa sakit dan memiliki efek yang jangka panjang. Teknik ini bekerja dengan menenangkan rasa sakit di area otak.

“Ini adalah studi pertama yang menunjukkan bahwa meditasi selama 1 jam secara dramatis bisa mengurangi rasa sakit dan menenangkan aktivasi otak yang terkait dengan nyeri,” ujar Dr Fadel Zeidan dari Wake Forest Baptist Medical Center di Carolina Utara, seperti dikutip dari Telegraph, Rabu (6/4/2011).

Untuk studi ini para partisipan mempelajari teknik meditasi yang dikenal dengan focused attention, yaitu bentuk meditasi kesadaran yang mana seseorang diajarkan untuk berkonsentrasi pada pernapasan dan melepaskan pikiran yang mengganggu serta emosi.

Lalu di kaki kanan partisipan diletakkan perangkat yang bisa memicu rasa sakit. Aktivitas otak dari partisipan diuji dengan menggunakan ASL MRI (arterial spin labelling magnetic resonance imaging) sebelum dan sesudah meditasi.

Dr Zeidan menuturkan scan yang dilakukan setelah meditasi menujukkan adanya penurunan rasa nyeri yang berkisar antara 11-93 persen. Pada saat yang sama meditasi secara signifikan mengurangi aktivitas otak di primary somatosensory cortex, yaitu area krusial yang terlibat dalam menciptakan rasa dan terkait dengan stimulus menyakitkan.

“Kami menemukan efek yang besar yaitu sekitar 40 persen pengurangan intensitas nyeri dan 57 persen mengurangi rasa nyeri yang tidak menyenangkan. Hasil ini menunjukkan meditasi bisa mengurangi rasa sakit yang lebih besar daripada morfin atau obat penghilang rasa sakit,” ujar Dr Zeidan.

Dr Zeidan percaya bahwa meditasi memiliki potensi besar untuk digunakan secara klinis, karena dengan latihan kecil bisa memberikan efek yang dramatis dan efektif mengurangi rasa sakit tanpa menggunakan obat

Mengenal Perokok Pasif


Ketika seseorang menyalakan rokok asap yang dihisapnya itu adalah asap rokok utama sedangkan yang terbuang dari rokok adalah asap rokok kedua, dan lebih berbahaya buat orang disekitar perokok!

Ketika seseorang yang bukan perokok menghirup asap rokok, dia terkena racun dan bahan kimia yang sama, termasuk nikotin, seperti perokok yang sebenarnya. Ini yang disebut perokok pasif.

Setidaknya 250 bahan kimia berbahaya telah diidentifikasi dalam asap rokok yang terbuang, termasuk setidaknya 50 karsinogen (bahan kimia yang diketahui menyebabkan kanker).

Dan perokok pasif inilah yang mendapatkan bahaya 3 kali dari perokok aktif!.

Konsentrasi zat berbahaya di dalam tubuh perokok pasif lebih besar karena racun yang terhisap melalui asap rokok perokok aktif tidak terfilter. Sedangkan racun rokok dalam tubuh perokok aktif terfilter melalui ujung rokok yang dihisap.

Racun rokok terbesar dihasilkan oleh asap yang mengepul dari ujung rokok yang sedang tak dihisap. Sebab asap yang dihasilkan berasal dari pembakaran tembakau yang tidak sempurna.

Data Global Youth Survey tahun 1999-2006, sebanyak 81 persen anak usia 13-15 tahun di Indonesia terpapar asap rokok di tempat umum atau menjadi perokok pasif. "Padahal rata-rata persentase dunia hanya 56 persen," ujarnya.

Survei tersebut juga menunjukkan, lebih dari 150 juta penduduk Indonesia menjadi perokok pasif di rumah, di perkantoran, di tempat umum, di kendaraan umum.

Sedangkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2004 menunjukkan, lebih dari 87 persen perokok aktif merokok di dalam rumah ketika sedang bersama anggota keluarganya. Survei ini juga menemukan 71 persen rumah tangga memiliki pengeluaran untuk merokok.

Pemerintah sudah berusaha untuk prokok agar tidak merokok disembarang tempat. Seperti Pergub DKI Jakarta No 88/2010.
Tapi dalam pelaksanaannya tidak berjalan dengan baik.

Definisi kepemimpinan, Tipe Kepemimpinan dan Teori Kepemimpinan


Definisi Kepemimpinan, Tipe Kepemimpinan, dan Teori Kepemimpinan

PENGERTIAN
Dalam bahasa Indonesia “pemimpin” sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
Istilah pemimpin, kemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang
sama “pimpin”. Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda.
Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan “pemimpin”.
Pemimpin jika dialihbahasakan ke bahasa Inggris menjadi “LEADER”, yang mempunyai tugas untuk me-LEAD anggota disekitarnya. Sedangkan makna LEAD adalah :
o Loyality, seorang pemimpin harus mampu membagnkitkan loyalitas rekan kerjanya dan
memberikan loyalitasnya dalam kebaikan.
o Educate, seorang pemimpin mampu untuk mengedukasi rekan-rekannya dan mewariskan
tacit knowledge pada rekan-rekannya.
o Advice, memberikan saran dan nasehat dari permasalahan yang ada
o Discipline, memberikan keteladanan dalam berdisiplin dan menegakkan kedisiplinan
dalam setiap aktivitasnya.

Tipe Kepemimpinan
Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut (Siagian,1997).
1. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi; Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata; Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat; Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya; Dalam tindakan pengge-rakkannya sering memperguna-kan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
2. Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan; Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya; Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan; Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; Sukar menerima kritikan dari bawahannya; Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
3. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu melindungi (overly protective); jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif; jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya; dan sering bersikap maha tahu.
4. Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. 
5. Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain : Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa. Sebab-sebab munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, antara lain:
a. Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.
b. Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.
1. Teori-teori dalam Kepemimpinan
a) Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
b) Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan.
C) Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.


Unsur-unsur Komunikasi Dan Hambatan Komunikasi


Unsur-unsur & Hambatan Komunikasi

UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI

1.   Komunikator (communicator), yaitu memberi berita, yang dalam hal ini adalah orang yang berbicara, pengirim berita atau orang yang memberitakan.
2.    Menyampaikan berita, dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatakan, mengirim atau menyiarkan.
3.    Berita-berita yang disampaikan (message), dapat dalam bentuk perintah, laporan, atau saran.
4.   Komunikan (communicate), yaitu orang yang dituju, pihak penjawab atau para pengunjung. Dengan kata lain orang yang menerima berita.
5.   Tanggapan atau reaksi (response), dalam bentuk jawaban atau reaksi.
Kelima unsure komunikasi tersebut (Komuniakator, Menyampaikan berita, Berita-berita yang disampaikan, Komunikan dan Tanggapan atau reaksi) merupakan kesatuan yang utuh dan bulat, dalam arti apabila satu unsure tidak ada, maka komunikasi tidak akan terjadi. Dengan demikian masing-masing unsur saling berhubungan dan ada saling ketergantungan. Jadi dengan demikian keberhasilan suatu komunikasi ditentukan oleh semua unsure tersebut.


CARA PENYALURAN IDE MELALUI KOMUNIKASI


Pada umumnya komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan gerak gerik badan seperti tersenyum,menggelengkan kepala, dan mengangkat bahu.
     Dalam menyalurkan ide atau solusi harus ada si pengirim (sender) dan si penerima (receiver). Ide-ide yang diambil pun tidak sembarangan, tetapi ada penyaringan dan seleksi untuk diambil ide manakah yang terbaik untuk di ambil dan dilaksanakan untuk oleh organisasi tersebut agar mencapai tujuan bersama,serta visi dan misi suatu organisasi.


Tahap-Tahap Cara menyalurkan ide melalui komunikasi yaitu :




1.   IDE (gagasan) oleh sender.
2.   PERUMUSAN yaitu dalam perumusan ini ide si sender disampaikan oleh kata-kata.
3.   PENYALURAN (transmitting) yaitu penyaluran ini bisa lisan,tertulis,simbol maupun isyarat,dll.
4.   TINDAKAN yaitu tindakan ini sebagai contoh perintah-perintah dalam organisasi  dilaksanakan.
5.   PENGERTIAN yaitu kata-kata si sender dalam perumusan tadi dijadikan ide oleh si penerima.
6.   PENERIMAAN yaitu ide atau informasi ini diterima oleh penangkap berita (receiver).
Hambatan-Hambatan Komunikasi Dalam Organisasi
1.    Hambatan Teknis 
     Keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi. Dari sisi teknologi semakin berkurang dengan adanya temuan baru dibidang kemajuan teknologi, komunikasi dan informasi. Sehingga  saluran komunikasi dapat diandalkan dan efisien sebagai media komunikasi.

     Menurut Chruden dan Sherman, dalam bukunya  Personnel Management  , 1976, jenis hambatan teknis dalam komunikasi:

a. Pemilihan media (saluran) yang kurang tepat.
b. Kurangnya keterampilan membaca.
c. Kurangnya informasi atau penjelasan.
d. Tidak adanya rencana dan prosedur kerja yang jelas

      2.  Hambatan Semantik
     
     Gangguan semantik menjadi hambatan dalam proses penyampaian pengertian atau ide secara efektif. Definisi semantik sebagai studi atas pengertian, yang diungkapkan lewat bahasa.
     Kata-kata membantu proses pertukaran timbal balik arti dan pengertian (komunikan dan komunikator), tapi seringkali proses penafsirannya keliru. Tidak adanya hubungan antara simbol dan dengan apa yang di simbolkannya dapat mengakibatkan data yang dipakai ditafsirkan sangat berbeda dari apa yang dimaksudkan sebenarnya.
     Untuk menghindari misi komunikasi yang seperti ini, seorang komunikator harus memilih kata-kata yang tepat sesuai dengan karakteristik komunikannya, dan melihai kemungkinan penafsirannya  terhadap kata-kata yang dipakai.

      3. Hambatan Manusiawi

     Terjadi karena adanya faktor emosi dan prasangka pribadi, presepsi, kecakapan atau ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan panca indera manusia,dll.
     Menurut Chruden dan Sherman:
a. Hambatan yang berasal dari perbedaan individual manusia yaitu perbedaan umur, perbedaan presepsi,perbedaan keadaan emosi, perbedaan status, keterampilan mendengarkan, penyaringan dan pencairan informasi.

b. Hambatan yang ditimbulkan oleh iklim psikologis dalam organisasi yaitu Suasana iklim kerja dapat mempengaruhi sikap dan perilaku staff dan efektifitas komunikasi organisasi.

Klasifikasi komunikasi dalam organisasi

     Dalam komunikasi organisasi terdapat beberapa macam klasifikasi komunikasi dan diantaranya adalan sebagai berikut:

1. Dari segi keresmiannya:
    a. Komunikasi formal : komunikasi yang langsung resmi.
    b. Komunikasi informal : komunikasi yang tidak resmi. 

2.Dari segi lawannya:
    a. Komunikasi satu lawan satu : berbicara dengan lawan bicara yang sama.
    b. Komunikasi satu lawan banyak(kelompok) : berbicara antara satu orang dengan satu kelompok.
    c. Komunikasi  lawan kelompok : berbicara antara satu kelompok dengan kelompok yang lain.

3.  Dari segi arahnya:
    a. Komunikasi ke atas : komunikasi dari bawahan ke atasan.
    b. Komunikasi ke bawah : komunikasi dari atasan ke bawahan.
    c. Komunikasi horizontal : komunikasi ke sesama manusia yang derajatnya / tingkatnya    sama.
    d. Komunikasi satu arah : Komunikasi tanpa ada timbal balik.
    e. Komunikasi dua arah : komunikasi dengan adanya timbal bakik / saling berkomunikasi.

4. Dari segi sifatnya:
    a. Komunikasi lisan : komunikasi yang langsung berbicara.
    b.Komunikasi tertulis : komunikasi yang melalui tulisan.
    c. Komunikasi verbal : komunikasi yang dibicarakan / diungkapkan.
    d. Komunikasi nonverbal : komunikasi yang tersirat.

Klasifikasi Informasi dalam Organisasi


Klasifikasi Informasi dalam Organisasi

Seringkali organisasi melakukan usaha pengklasifikasian dan pengamanan informasi adalah karena mandat regulasi organisasi dan pelaksanaan kebijakan organisasi. Sebagai contoh adalah informasi finansial dalam organisasi perbankan yang mau tidak mau harus diberikan proteksi dengan level tertentu, agar bank-nya tetap dipercaya nasabah. Organisasi lainnya melakukan usaha pengklasifikasian dan pengamanan informasi adalah karena adanya perjanjian kontrak untuk melindungi informasi dengan konsumennya atau mitra bisnisnya.
Padahal banyak sekali keuntungan yang akan diperoleh bila organisasi dengan kesadaran sendiri melakukan pengklasifikasian dan pengamanan aset informasinya. Sebab, dalam pengamanan informasi, melakukan pengklasifikasian informasi sangatlah penting. Memberikan pengamanan yang sesuai akan menghemat sumberdaya organisasi dan membuat pengelolaan informasi menjadi efisien dan efektif. Akhirnya akan membantu meningkatkan kualitas data/informasi yang digunakan sebagai bahan untuk mengambil keputusan.
Keuntungan melakukan klasifikasi data/informasi bagi organisasi adalah :
1. Meningkatkan kerahasiaan, keutuhan dan ketersediaan data dikarenakan pengendalian yang tepat terhadap semua data dalam organisasi.
2. Menghemat biaya operasional pemeliharaan dikarenakan mekanisme perlindungan data dirancang dan dilaksanakan hanya terhadap data yang memang memerlukannya.
3. Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dikarenakan data sumbernya sudah tertata kualitasnya.
4. Mendukung pelaksanaan arsitektur keamanan informasi agar organisasi memperoleh posisi yang lebih baik dimasa yang akan datang.
5. Menyediakan proses untuk melakukan review semua fungsi organisasi dan menentukan prioritas serta nilai data.
Sistem pengklasifikasian informasi yang efektif akan membuat informasi mudah dimengerti serta mudah digunakan dan dipelihara. Selain itu manajemen akan dengan cepat dapat mengetahui dan menentukan tingkat pengamanan suatu informasi, yang tentunya akan membuat efisien sumber daya yang diperlukan.
Memulai melakukan pengklasifikasian informasi
Sebelum melakukan pengklasifikasian informasi, seorang profesional keamanan informasi (profesional KI) perlu memberikan beberapa pertanyaan terhadap proyeknya itu :
- apakah pihak eksekutif mendukung ?
Tanpa dukungan eksekutif, pengklasifikasian informasi menjadi sulit dicapai atau tidak akan berpengaruh dalam organisasi. Sebab dukungan eksekutif penting dalam upaya mensosialisasikan regulasi klasifikasi informasi.
- apa yang akan dilindungi dan dari apa ?
Profesional KI perlu membuat matrik analisa serangan dan resiko yang mungkin akan terjadi terhadap data/informasi organisasi, disertai solusi untuk mengeliminir resiko dan serangan tersebut. Selain itu perlu diberikan juga analisa impak yang terjadi terhadap organisasi atas serangan/resiko dan recoverinya.
- apakah terdapat kebijakan tertentu yang harus dipertimbangkan ?
Kebijakan tertentu bisa saja berdampak pada pengklasifikasian informasi, untuk itu seorang profesional KI perlu mengetahui semua kebijakan yang ada dalam organisasi yang akan berpengaruh dalam implementasi keamanan informasi.
- apakah organisasi mempunyai rasa memiliki data ?
Organisasilah yang memiliki data, bukan milik bagian TI. Sehingga organisasi secara keseluruhan harus mempunyai tanggung jawab terhadap pengelolaan data/informasi tersebut. Bila hanya diserahkan pada orang-orang TI saja, tentunya akan menjadi tidak efektif. Sebab pengamanan data merupakan keseluruhan proses yang terjadi terhadap setiap kegiatan dari data itu.
Bagaimana informasi diklasifikasikan
Pendekatan yang dipakai untuk melakukan klasifikasi informasi yang efektif dan efisien berbeda-beda dari setiap organisasi. Hal ini sangat bergantung dari jenis organisasi serta kepentingannya. Namun tahapan secara umum yang dapat dipakai seperti berikut :
1. Mengidentifikasi semua sumber daya informasi yang perlu dilindungi.
2. Mengidentifikasi ukuran pengamanan informasi yang akan diterapkan pada masing-masing kelas informasi. Secara garis besar pengamanan yang diterapkan pada informasi adalah otentikasi, pengendalian akses, penyandian, pengawasan secara administratif, pengawasan secara teknologi dan/atau asuransi.
3. Mengidentifikasi tingkat guna dan nilai informasi.
4. Memetakan ukuran perlindungan informasi untuk masing-masing tingkat informasi.
5. Mengklasifikasi informasi : kebanyakan pengklasifikasian data/informasi terfokus hanya pada kerahasiaan data saja. Namun sesungguhnya pengklasifikasian informasi lebih dari itu, misalnya :
a. Klasifikasi berdasarkan derajat kecepatan, misalnya : prioritas, urgent, segera;
b. Klasifikasi berdasarkan tingkat kerahasiaan, misalnya : top secret, secret, confidential;
c. Klasifikasi berdasarkan frekuensi penggunaan, misalnya : sering, kadang, sekali pakai;
d. Klasifikasi berdasarkan waktu pemakaian, misalnya : tahun, bulan, minggu, jam;
e. Klasifikasi berdasarkan kewenangan, misalnya : edit, read only;
f. Klasifikasi berdasarkan isi, misalnya : keuangan, politik, ekonomi;
g. Klasifikasi lain yang didefinisikan organisasi, misalnya : umum, pivate, client, staff only.
6. Evaluasi secara berkala : nilai guna dan kepentingan sebuah informasi memiliki tenggang waktu tertentu, sehingga proses evaluasi secara berkala sangat diperlukan untuk menentu kembali klasifikasi informasi tersebut. Evaluasi ini pada dasarnya adalah perulangan proses 1 sampai 5 di atas terhadap setiap informasi dalam setiap periode evaluasi.
Contoh pengklasifikasian informasi
Restricted : informasi yang dilindungi, yang bila tidak ditangani dengan benar dapat secara serius mengakibatkan kerugian, impaknya termasuk pelanggaran hukum, atau kontrak atas perlindungan privasi.
Sensitive : informasi penting yang dilindungi dimana bila tidak ditangani dengan benar dapat merusak berfungsinya suatu sistem atau berdampak pada bisnis, finansial dan hukum.
Operasional : informasi yang bila tidak ditangani dengan benar menimbulkan kerusakan minimal, namun begitu dapat membuat ketidak-nyamanan, merusak kredibilitas/reputasi atau rahasia pribadi.
Private : merupakan informasi data pribadi atau data milik perseorangan yang bukan merupakan informasi untuk umum.
Unrestricted : yang dapat diakses secara bebas sebagai informasi umum.

Proses Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi


Proses Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM SUATU ORGANISASI
Pengambilan keputusan dalam berorganisasi merupakan suatu hal yang penting untuk diperhatikan dalam berorganisasi. Dalam hidup berorganisasi yang etrdiri dari beberapa individu yang memiliki cara pandang serta pemikiran yang benerka ragam. Perlu adanya suatu kata mufakat agar organisasi dapat berjalan sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu diperhatikan proses pengambilan keputusan dalam berorganisasi. Adapun metode atau proses pengambilan keputusan dapat kita tembuh malelui langkah-langkah berikut:
A.      Identifikasi masalah
Dalam mengambil suatu keputusan, terlebih dahulu kita harus mengetahui selub belu permasalahan yang akan kita selesaikan. Agar tidak terkadi kesalahan dalam engambilan keputusan.
B.      Mengambil alternative keputusan
Setelah kita mengetahui akar permasalahan yang tengah dihadapi, maka selanjutnya kita akan mengambil beberapa alternative pemecahan masalah terbaik yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
C.      Penentuan / pengambilan keputusan
Pada tahap ini, beberapa alternative penyelesaian masalah dirundingkan secara mufakat untuk mengambil keputusan terbaik dalam menyelesaikan masalah tersebut. Dalam pengambilan keputusan ini, dilakukan secara mufakat agar tidak merugikan pihak manapun.
D.      Pengawasan terhadap keputusan yang telah di ambil
Setelah keputusan di ambil, tidak serta merta semua masalah telah dipercahkan. Namun kita perlu mengawasi bahwa keputusan yang telah di ambil secara mufakat tersebut dijalankan sampai suatu masalah tersebut diselesaikan.

Strategi Penyelesaian Konflik


strategi penyelesaian konflik

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK
Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.

Konflik Dalam Organisasi Dan Sumber Konflik


Definisi konflik
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Konflik Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
Konflik Menurut Myers
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
Konflik Menurut Peneliti Lainnya
Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.

Teori-teori konflik
Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.
penyebab konflik
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Parapetani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politikekonomisosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Jenis-jenis konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
o   Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
o   Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
o   Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
o   Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
o   Konflik antar atau tidak antar agama
o   Konflik antar politik.
Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
Contoh konflik
Konflik Vietnam berubah menjadi perang.
Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbul kekerasan. hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.
Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik bersejarah lainnya.
Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis. Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda, dan konflik di Kazakhstan.

                                                                                                Sumber :
                                                                                                http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik

Selasa, 03 Juli 2012

Pengertian Motivasi.



Pengertian motivasi
1. Menurut Walgito (2002)Motif berasal dari bahasa latin
movere
yang berarti bergerak atau
tomove
yang berarti kekuatan dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat(driving force). Motif sebagai pendorong tidak berdiri sendiri tetapi saling terkaitdengan faktor lain yang disebut dengan motivasi.Menurut Caplin (1993) motif adalah suatau keadaan ketegangan didalam individu yang membangkitkan,


memelihara dan mengarahkan tingkah laku menuju pada tujuan atau sasaran.Motif juga dapat diartikan sebagai tujuan jiwa yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu terhadapsituasi disekitarnya (Woodworth dan Marques dalam Mustaqim, 1991).Sedangkanmenurut Koontz dalam Moekjizat (1984) motif adalah suatu keadaan dari dalamyang memberi kekuatan, yang menggiatkan atau menggerakkan, dan yangmengarahkan atau menyalurkan perilaku kearah tujuan-tujuan tertentu.Menurut Gunarsa (2003) terdapat dua motif dasar yang menggerakkan perilakuseseorang, yaitu motif biologis yang berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan motif sosial yang berhubungan dengan kebutuhansosial. Sementara Maslow A.H. menggolongkan tingkat motif menjadi enam,yaitu: kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan kasih sayang,kebutuhan seks, kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri (dalamMahmud, 1990).Terlepas dari beberapa definisi tentang motif diatas, tentu kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa motif adalah suatu dorongan dari dalam diri individuyang mengarahkan pada suatu aktivitas tertentu dengan tujuan tertentu pula.Sementara itu motivasi didefinisikan oleh MC. DOnald (dalam Hamalik, 1992)sebagai suatu perubahan energi didalam pribadi seseorang yang ditandai dengantimbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Menurutnya terdapat tigaunsur yang berkaitan dengan motivasi yaitu:1. Motif dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, misalnya adanya perubahan dalam sistem pencernaan akan menimbulkan motif lapar.2. Motif ditandai dengan timbulnya perasaan
(afectif arousal)
, misalnya karenaamin tertarik dengan tema diskusi yang sedang diikuti, maka dia akan bertanya.3. Motif ditandai oleh reaksi-rekasi untuk mencapai tujuan.Menurut Terry (dalam Moekjizat, 1984) motivasi adalah keinginan didalam diriindividu yang mendorong individu untuk bertindak.latihan atau kegiatan lainnya yang menimbulkan suatu perubahan secara kognitif,afektif dan psikomotorik pada individu yang bersangkutan.2. Pengertian motivasi menurut Chung dan Meggison adalah :Motivasi merupakan prilaku yang ditujukan kepada sasaran, motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan. Motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerja dan fermormasi pekerjaan
3.Heidjrachman dan Suad Husnan adalah:
Motivasi merupakan proses untuk mencoba mempengaruhi seseorangagar mau melakukan sesuatu yang diinginkan.[ii]Dari defenisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya defenisi diatas mempunyai pengertian yang sama, yaitu semuanya mengandung unsur dorongan dan keinginan.Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi merupakandorongan dalam diri seseorang dalam usahanya untuk memenuhi keinginan,maksud dan tujuan, namun dalam penerapannya nanti, penggunaan masing-masing unsur tersebut adalah berbeda untuk setiap karyawan. Sesuai kebutuhandan keinginan masing-masing.
1. Motivasi Sebagai Pengarah Tujudan Penggerak Tindakan

Perkataan MOTIVASI adalah berasal daripada perkataan Bahasa Inggeris -"MOTIVATION". Perkataan asalnya ialah "MOTIVE" yang juga telah dipinjam olehBahasa Melayu / Bahasa Malaysia kepada MOTIF, yakni bermaksud TUJUAN. Di dalamsurat khabar, kerap pemberita menulis ayat "motif pembunuhan". Perkataan motif disini boleh kita fahami sebagai sebab atau tujuan yang mendorong sesuatupembunuhan itu dilakukan.

Jadi, ringkasnya, oleh kerana perkataan motivasi adalah bermaksud sebab, tujuanatau pendorong, maka tujuan seseorang itulah sebenarnya yang menjadi penggerakutama baginya berusaha keras mencapai atau mendapat apa juga yangdiinginkannya sama ada secara negatif atau positif


2. Motivasi Sebagai Pendorong

Tujuan atau motif adalah sama fungsinya dengan matlamat, wawasan, aspirasi,hasrat atau cita-cita. Jadi, wawasan, cita-cita, impian, keinginan atau keperluanseseorang itu malah bagi sesebuah negara merupakan pendorong utama yangmenggerakkan usaha bersungguh-sungguh untuk mencapai apa yang dihajatkan.Lebih penting sesuatu yang ingin dicapai, dimiliki, diselesaikan atau ditujui, lebihserius dan lebih kuatlah usaha seseorang, sesebuah keluarga, organisasi,masyarakat atau negara untuk mencapai apa juga matlamat yang telah ditetapkan.Jadi, dengan matlamat atau hasrat yang lebih penting atau besar, lebih kuatlah puladorongan atau motivasi seseorang itu untuk berusaha bagi mencapai matlamatnya.


3. Motivasi Sebagai Darjah Kesungguhan

Tahap kepentingan sesuatu yang seseorang ingin capai, memberi kesan terhadaptahap kesungguhannya berusaha. Sungguhpun masa untuk mencapainya agak lama,tetapi jika apa yang dihasratkan itu amat penting, ia akan terus tetap mempunyaikeinginan atau kesungguhan untuk berusaha sehinggalah matlamatnya tercapai.


                                                                                    Sumber :
                                                                                    http://www.scribd.com


KONFLIK SOSIAL DALAM PERSPEKTIF STRUKTUR DAN FUNGSI
  
A. Pendahuluan
Dalam kehidupan sosial manusia, di mana saja dan kapan saja, tidak pernah lepas dari apa yang disebut “konflik” (Chandra, 199w; Lauer, 1993). Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa Latin ”con” yang berarti bersama ”fligere” yang berarti benturan dan tabrakan. Dengan demikian ”konflik” dalam kehiupan sosial benturan kepentingan, keinginan, pendapat, dan lain-lain, yang paling tidak, melibatkan dua pihak atau lebih. William Chang (2001) mempertanyakan”benarkah konflik soaial hanya berakar pada ketidakpuasan batin, kecemburuan, iri hati, kebencian, masalah perut, masalah tanah, masalah tempat tinggal, masalah pekerjaan, masalah uang, dan masalah keuangan?”, ternyata jawabannya ”tidak”; dan dinyatakan oleh Chang bahwa emosi manusia sesaat pun dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Dalam International Encyclopedia of the Social Sciences VOL. 3 (hal. 236-241) diuraikan mengenai pengertian konflik dari aspek antropologi, yakni ditimbulkan sebagai akibat dari persaingan antara paling tidak dua pihak; di mana tiap-tiap pihak dapat berupa perorangan, keluarga, kelompok kekerabatan, satu komunitas, atau mungkin satu lapisan kelas sosial pendukung ideologi tertentu, satu organisasi politik, satu suku bangsa, atau satu pemeluk agam tertentu (Nader, t.t.). dengan demikian pihak-pihak dapat terlibat dalam konflik meliputi banyak macam bentuk dan ukurannya. Selain itu, dapat pula dipahami bahwa pengertian konflik secara antropologis tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan secara bersama-sama dengan pengertian konflik menurut aspek-aspek lain yang semuanya itu turut ambil bagian dalam memunculkan konflik sosial dalam kehidupan kolektif manusia (Chang, 2001).
Kehidupan sosial itu, kalau dicermati komponen utamanya adalah interaksi antara para anggota. Tipe-tipe interaksi sosial secara umum meliputi: cooperative (kerjasama), competition(persaingan) dan conflict (pertikaian). Dalam kehidupan sosial sehari-hari tampaknya selain diwarnai oleh kerjasama, senantiasa juga diwarnai oleh berbagai bentuk persaingan dan konflik. Bahkan dalam kehidupan sosial tidak pernah ditemukan seluruh warganya sepanjang masa bersifat kooperatif. Sehubungan dengan itu, yang menjadi pertanyaan dalam tulisan ini adalah, apakah konflik ini erat hubungannya dengan struktur sosial, dan apa fungsi konflik itu bagi kehidupan sosial manusia?


B. Konflik Sosial, Struktur-Fungsi, dan Integrasi
Kondisi kehidupan sosial tertentu kalau dikaitkan dengan konflik, tentunya tidak sederhana, karena setiap konflik antaranggota dalam kehidupan sosial itu tidak selalu bentuk dan sifatnya sama (misalnya ada konflik individual atau kelompok, konflik terpendam atau terbuka, dan lain-lain). Dengan demikian memang ada variasi dalam konflik, baik atas dasar bentuk, sifat, penyebab terjadinya, maupun langkah penyelesaiannya.
Selanjutnya dapat dijelaskan pula bahwa dalam persoalan konflik ini perlu diperhatikan konteks struktur dan fungsi dalam kehidupan sosial tertentu sebagai suatu unit entitas akan berpengaruh terhadap konflik yang terjadi di situ.
1. Struktur
Peter M. Blau (1997) menyatakan bahwa struktur sosial adalah penyebaran secara kuantitatif warga komunitas di dalam berbagai posisi sosial yang berbeda yang mempengaruhi hubungan di antara mereka (termasuk di dalamnya hubungan konflik). Karakteristik pokok dari struktur yaitu adanya berbagai tingkat ketidaksamaan atau keberagaman antarbagian dan konsolidasi yang timbul dalam kehidupan bersama, sehingga mempengaruhi derajat hubungan antarbagian tersebut yang berupa dominasi, eksploitasi, konflik, persaingan, dan kerjasama. Selanjutnya Blau mengelompokkan basis parameter pembedaan struktur menjadi dua, yaitu nominal dan gradual. Parameter nominal membagi komunitas menjadi sub-sub bagian atas dasar batas yang cukup jelas, seperti agama, ras, jenis kelamin, pekerjaan, marga, tempat kerja, tempat tinggal, afiliasi politik, bahasa, nasionalitas, dan sebagainya. Kalau dicermati, pengelompokan ini bersifat horizontal, dan akan melahirkan berbagai ”golongan”. Adapun parameter gradual membagi komunitas k dalam kelompok sosial atas dasar peringkat status yang menciptakan perbedaan kelas, seperti pendidikan, pendapatan, kekayaan, prestise, kekuasaan, kewibawaan, itelegensia, dan sebagainya. Jadi pengelompokan ini bersifat vertikal, yang akan melahirkan berbagai ”lapisan.”
Atas dasar struktur sosial yang dikemukakan Blau di atas, dapat disebutkan bahwa interaksi antarbagian dalam kehidupan bersama dapat terjadi antarkelompok, baik atas dasar parameter nominal maupun gradual; bahkan tidak hanya secara internal tetapi dapat juga secara eksternal. Interaksi antarbagian dalam kehidupan sosial, atas dasar parameter nominal atau gradual dapat menimbulkan konflik antarindividu anggota dari berbagai ”golongan” dan ”lapisan” tadi. Sementara itu, menurut Dahrendorf (1986), konflik sosial mempunya sumber struktural, yakni hubungan kekuasaan yang berlaku dalam struktur organisasi sosial. Dengan kata lain, konflik antarkelompok dapat dilihat dari sudut keabsahan hubungan kekuasaan yang ada atau dari sudut strukur sosial setempat (Dahrendorf, 1986; Simanjuntak, 1994).
2. Fungsi
Berdasarkan konsep Parsons (1951), setiap sistem sosial diperlukan persyaratan fungsional. Di antara persyaratan itu dijelaskan bahwa sistem sosial harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dengan tuntutan transformasi pada setiap kondisi tindakan warga (adaptation). Berikutnya, tindakan warga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama (goal attainment). Kemudian persyaratan lain adalah bahwa dalam interaksi antarwarga setidaknya harus ada suatu tingkat solidaritas, agar struktur dan sistem sosial berfungsi (integration). Tampaknya apa yang dikemukakan Parsons itu cukup relevan untuk dipakai sebagai salah satu dasar dalam menganalisis secara struktural dan fungsional konflik sosial; dan atas dasar konsep Parsons ini pengetahuan mengenai konflik sosial akan lebih memadai. Sehubungan dengan itu Coser (t.t.) menyatakan bahwa konflik adalah suatu komponen penting dalam setiap interaksi sosial. Oleh karena itu, menurut Coser (1974), konflik tidak perlu dihindari, sebab konflik tidak boleh dikatakan selalu tidak baik atau memecah belah atau merusak. Dengan kata lain, konflik dapat menymbang banyak bagi kelestarian kehidupan sosial, bahkan mempercepat hubungan antaranggota.
Berbicara tentang fungsi ternyata tidak hanya sekadar berkait dengan hal peran. Relasi fungsi tidak selalu terpadu (integratif) karena dapat saja relasi yang saling berkonflik, lebih-lebih kalau di dalamnya ada fraksi. Dalam fungsi terdapat struktur, dalam fakta sosial terdapat struktur dan fungsi yang terkait erat (kalau tanpa kaitan berarti bukan struktur. Teori fungsi tidak dirancang dalam kaitannya dengan perubahan sehingga antara keduanya sulit untuk dikaitkan. Sering teori ini hany terbatas menyangkut hubungan-hubungan yang serasi atau seimbang (equilibrium) saja, dan kurang mampu melihat potensi-potensi konflik yang mungkin ada (Brown, 1980). Pencampuran teori ini dengan teori perubahan baru muncul kemudian. Berbicara khusus tentang perubahan, umumnya menyangkut prilaku, ini pun memerlukan waktu yang panjang. Hanya perubahan yang radikal yang dapat mengubah struktur dan fungsi.
3. Institusi Sosial dan Kaitannya dengan Struktur dan Fungsi
Bronislaw Malinowski dalam membuat deskripsi etnografi, sedapata mungkin menerapkan teori fungsional, meskipun tidak semuanya berhasil. Menurutnya, manusia dalam memenuhi kebutuhan secara individual tetapi melalui kehidupan bersama (sosial) secara terorganisasi atau tertata dalam hukum atau nilai-nilai tertentu. Sehubungan dengan itu, tujuan akhir yang mereka capai adalah kesepakatan bersama. Kesepakatan bersama mengenai tujuan-tujuan ini akan dicapai atas dasar nilkai-nilai umum yang berlaku. Semua ini, menurut Malinowski, disebut charter, yang diartikan sebagai suatu sistem yang terorganisasi tentang aktivitas-aktivitas sosial yang penuh tujuan (yang didasarkan atas nilai umum dan kesepakatanh bersama). Sistem nilai dan tujuan bersama ini dapat diartikulasikan secara lebih kongkret menjadi norma. Prinsip-prinsip integrasi akan tercermin dalam institusi sosial, dan inilah basic needs manusia. Prinsip-prinsip integrasi ini merupakan bagian dari basic needs itu sendiri. Semntara responnya adalah kebudayaan yang diwujudkan dalam pembentukan institusi-institusi sosial. Kebudayaan sebagai respon basic needs dapat diindikasikan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan, sehingga memuaskan basic needs tersebut (Malinowski, 1960; Brown, 1980).
Radxliffe Brown dengan pendekatan antropologi-sosialnya ternyata seperti metode yang diterapkan dalam ilmu alam atau fisika. Dengan pendekatan komparasi untuk memperoleh pemahaman tentang keseluruhan komunitas. Adapun hal yang dikomparasikan adalah struktur keseluruhan komunitas dan bukan bagian-bagian. Dalam hal ini, sebenarnya Brown mengadopsi apa yang pernah dikerjakan oleh Emile Durkheim, sebelum akhirnya berubah ke pendekatan analisis struktural. Fungsionalisme Brown untuk membentuk suatu struktur sosial dalam konteks masa kini (tanpa menggunakan fakta historis, karena dianggap tidak tyerlalu berguna). Hal yang ditekankan adalah proses yang berkaitan dengan adaptasi pada masyarakat atau komunitas yang diteliti itu sendiri (Brown, 1980). Mengenai konsep institusi dikenal perbedaan pendekatan antara Brown dengan Malinowski. Brown menganggap komunitas sebagai keutuhan lebih berarti daripada sebagai bagian-bagian yang dikumpulkan. Sementara itu, menurut Malinowski, institusi trerbentuk bukan karena basic needs komunitas, tetapi pemenuhan basic needs individu; karena pemenuhan kebutuhan tidak mungkin dapat dipenuhi sendiri (jadi diperlukan keberadaan orang lain). Sehubungan perlunya keberadaan orang lain, Firth (1963) menyatakan: ”a human community is a body people sharing in common activities and bound by multiple relationship in such a way that the aims of any individuals can be achieved only by partisipation in action with others.”
4. Integrasi dan Konflik Sosial
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa Malinowski dan Brown mengajukan teori integrasi keseimbangan dan keharmonisan sosial, sedangkan konflik mengacu pertentangan dalam komunitas menuju perpecahan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah kalau integrasi dan konflik (dua hal yang saling bertolak belakang) senantiasa adalam kehidupan sosial, lalu bagaimana keterkaitan antar keduanya, paling tidak, apa fungsi konflik bagi kehidupan sosial yang bersangkutan.
Menurut van Baal (1988), konflik adalah produk kebudayaan, dan kebudayaan adalah produk dari struktur sosial. Melalui pengetahuan ada tidaknya hubungan struktural dan fungsional dalam kehidupan sosial, akan memudahkan penyelesaian kasus konflik yang selalu atau akan selalu terjadi di dalamnya.
Fakta sosial, menurut Durkheim, bukan sekadar apa yang dilihat, tetapi juga apa yang ada di dalmnya yang tidak dapt dilihat. Semua gejala sosial seharusnya dipahami sebagai hasil dari sikap dan prilaku manusia secara individual. Faktor sikap dan prilaku para individu ini yang menggambarkan keberadaan suatu kehidupan sosial. Fakta sosial (termasuk faktor kebudayaan di dalamnya)-lah yang mengenndalikan individu, dan buykan individu yang mengatur kehidupan sosial. Dalam hal ini, fakta sosial terbentuk secara alami dan posisinya eksternal. Eksternal yyang dimaksud di sini adalah dalam posisi sebagai pengendali diri individu dalam kehidupan bersama.






C. Pendekatan Struktural-Fungsional terhadap Konflik: Upaya Memahami Penyebab dan Penyelesaian Konflik
Pendekatan terhadap konflik dapat diterapkan dengan memperhatikan aspek struktural dan fungsional dari kehidupan sosial setempat. Pendekatan struktural-fungsional ini sudah berkembang sejak lama dalam studi Antropologi dan Sosiologi. Terkait dengan pendekatan struktural-fungsional ini secara khusus mengingatkan kita pada nama-nama, seperti: Bronislaw Malinowsky dan Radcliffe Brown dan yang kemudian diikuti antara lain oleh Talcott Parson dan Lewis A. Coser yang pernah melakukan analisis konflik dengan pendekatan fungsional (Johnson, 1990). Konsep fungsi juga melibatkan struktur yang terjadi dalam satu rangkaian hubungan di antara kesatuan entitas, di mana bertahannya struktur didukung oleh proses kehidupan yang terjadi dalam aktivitas kesatuan yang terdapat di dalamnnya (Brown, 1980). Selanjutnya, dikemukakan bahwa tiap-tiap persoalan dalam kehidupan setiap komunitas itu mempunyai fungsi.
Pada hakikatnya, konflik sebagai salah satu bentuk interaksi antaranggota dalam kehidupan sosial telah ada sejak manusia hidup bersama. Beberapa contoh variasi penyebab terjadinya konflik, meskipun tidak dari awal, dapat dikemukakan sebagai berikut. Sejak zaman kolonial, telah terjadi kecenderungan pemusatan pemilikan dan penguasaan atas tanah pertanian yang dikuasi oleh sejumlah kecil petani, yakni petani lapisan atas tadi. Sebaliknya petani lapisan bawah hanya menguasai sebagian kecil tanah pertanian yang ada di suatu desa tertentu. Polarisasi tanah seperti itu telah menyebabkan terjadinya polarisasi sosial, yaitu proses perenggangan dan pertentangan antarlapisan sosial di pedesaan (Amaludin, 1987), yang pada gilirannya akan menjadi penyebab timbulnya konflik sosial.
Belakangan ini, kemajuan dalam bidang komunikasi juga berdampak sama pesat bagi warga kota dan komunitas pedesaan. Pengaruh globalisasi informasi dan komunikasi bagi warga kominitas pedesaan umumnya cenderung mempertahankan tata nilai tradisional di satu pihak dan cenderung meninggalkan tata nilai tersebut di pihak yang lain. Sebab efek dari hilangnya isolasi komunitas desa dengan dunia luar adalah terganggunya ciri-ciri kehidupan komunitas desa yang murni, bersamaan dengan berkembangnya anggota komunitas itu sendiri (Leibo, 1995). Para anggota generasi tua cenderung berada pada kelompok yang mempertahankan tata nilai tradisional, sedangkan generasi muda berada pada kelompok yang berlawanan. Batasan mengenai apa yang boleh dan yangtidak boleh pun mulai dipertentangkan. Perbedaan pandangan antara dua generasi ini akan menimbulkan kesenjangan sosial dan persinggungan budaya yang dapat berakibat fatal bagi keutuhan masyarakat (Depdikbud, 1993).
Sementara itu, upaya pencegahan untuk tidak terlalu banyaknya kasus konflik dalam suatu komunitas, adalah membuat warga menghormati dan mematuhi peraturan. Selain itu, penanaman rasa takut akan balas dendam adalah alat pemaksa bagi warga komunitas untuk mematuhi peraturan yang berlaku. Satu bentuk penyelesaian konflik seperti yang di kalangan orang Ifago (filipina) adalah berperannya tokoh penengah. Cara pemanfaatn peran penengah ini digarap sebagai langkah pertama dalam upaya penyelesaian konflik secara lebih trorganisasi (van Baal, 1988).






D. Penutup
Berbicara tentang struktur dan fungsi serta hubungannya dengan persoalan konflik, bukanlah suatu yang sederhana. Struktur maupun fungsi, dalam setiap kehidupan sosial mungkin mempunyai struktur dan fungsi masing-masing yang saling berbeda. Begitu pula halnya dengan konflik, tidak selalu sama, ada konflik individual, konflik kelompok, konflik terteutup, konflik terbuka dan lain-lain. Namun, sesuatu hal yang jelas, apapun bemtuk konflik yang terjadi di suatu daerah tentunya perlu dianalisis dalam kedudukannya yang tidak dapat dilepaskan dari struktur dan fungsi yang ada pada komunitas yang bersangkutan. Dengan kata lain, konflik tidak dapat dilepaskan dari struktur sosial yang ada, dan konflik pada hakikatnya berfungsi bagi terciptanya integrasi kehidupan sosial.
Oleh karena itu, upaya untuk studi mengenai persoalan konflik sosial ini, memerlukan kearifan dan kecermatan analisis tersendiri, baik dalam memilih cara pendekatan maupun tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, berbicara tentang konflik tidak terbatas pada proses terjadinya, melainkan juga perlu dipahami latar belakang penyebab terjadinya (kenyataannya sangat banyak faktor yang menyebabkan terjadinya konflik, termasuk manusia sering mementingkan diri sendiri dan berani memanipulasi norma demi keuntungan pribadi), cara-cara penyelesaiannya (ada yang secara eksternal seperti melalui polisi atau pemerintah, bisa secara internal yang mendasarkan pada resolusi lokal), dan juga fungsi konflik tersebut bagi warga komunitas yang bersangkutan.

Daftar Bacaan
Amaluddin, M. 1987. Kemiskinan dan Polarisasi Sosial. Jakarta. UI Press.

Blau, Peter M. 1977. Inequality andd Heterogenity. London. Collier Macmillan Publishers.

Brown, A.R. Radcliffe. 1980. Struktur dan Fungsi dalam Masyarakat Primitif. Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan Pustaka.

Chandra, Robby I. 1992. Konflik dalam Hidup Seharu-hari. Yogyakarta. Kanisius.

Chang, William. 2001. ”Dimensi Etis Konflik Sosial. Kompas, Rabu 2 Februari 2001.

Dahrendorf, Ralf. 1986. Konflik dan Konflik dalam Masyarakat Industri: Sebuah Analisa Kritik. Yogyakarta. Rajawali.

Depdikbud. 1993. Dampak Globalisasi Informasi dan Komunikasi terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat di Daerah NTB. Mataram. Depdikbud Provinsi NTB.

Leibo, J. 1995. Sosiologi Pedesaan: Mencari Suatu Strategi Pembangunan Masyarakat Desa Berparadigma Ganda. Yogyakarta. Andi Offset.

Malinowski, Bronislaw. 1960. A Scientific Theory of Culture and Other Essays. New York. Oxford University Press.

Van Baal, J. 1988. Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya (Hingga Dekade 1970).Jakarta. Gramedia.


                                                                                    Sumber
                                                                                    http://astarhadi.blog.com