Definisi konflik
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa
ahli.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977),
konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai
keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan
pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain
dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan
konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki
kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama
lain.
Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam
organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak
menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut
dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam
organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk
minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok
atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada
tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan
interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan
saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak
simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap
konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah
atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara
individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa
alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua
atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace &
Faules, 1994:249).
Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui
perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab
utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan,
keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237;
Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
Interaksi yang disebut komunikasi antara individu
yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik
dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
Konflik
Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam
organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi
konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain
kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik.
Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
Pandangan tradisional (The Traditional View).
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang
negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah
violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil
disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di
antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan
dan aspirasi karyawan.
Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View.
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang
wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai
sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi
pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu,
konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong
peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan
sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok
atau organisasi.
Pandangan interaksionis (The Interactionist View).
Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya
konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai,
dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak
inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan
pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam
kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.
Konflik
Menurut Stoner dan Freeman
Stoner dan
Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan
tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
Pandangan tradisional. Pandangan tradisional
menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat
mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena
itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik
biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin
organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas
meminimalisasikan konflik.
Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal
ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan
tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi
kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer
sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja
yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
Konflik
Menurut Myers
Selain pandangan
menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut
pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap
sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat
menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya
suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan
kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan
kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap
emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan
konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional,
konflik haruslah dihindari.
Pandangan kontemporer
mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang
tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang
menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana
menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan
merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di
dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan
harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut,
misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
Konflik
Menurut Peneliti Lainnya
Konflik terjadi karena
adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita
ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku
komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik
berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu
proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara
bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada
konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi
juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan,
yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik
tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua
pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’
antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang
mengandung amarah.
Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa
menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini
dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen
suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk,
tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak –
pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari
konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan
bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi
kembali.
Teori-teori
konflik
Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu
sosial. Pertama adalah teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang primodialisme,
kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan
ketiga adalah teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.
penyebab konflik
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan
pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah
individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang
berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu
hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik
sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan
dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan
pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa
terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan
pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya.
Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar
belakang kebudayaan yang berbeda.
Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok
memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal
yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya
perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.
Para tokoh masyarakat menanggap hutan
sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga
harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Parapetani menbang
pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun
atau ladang.
Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor
guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan,
hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas
terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat
perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial,
dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok
dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang
terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh
menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan
yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha
mereka.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar
terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan
tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat
pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan
konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya
bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi
nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun
dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Jenis-jenis
konflik
o
Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi),
misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran
(role))
o
Konflik antara kelompok-kelompok sosial
(antar keluarga, antar gank).
o
Konflik kelompok terorganisir dan tidak
terorganisir (polisi melawan massa).
o
Koonflik antar satuan nasional
(kampanye, perang saudara)
o
Konflik antar atau tidak antar agama
o
Konflik antar politik.
Akibat
konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai
berikut :
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok
(ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
perubahan kepribadian pada individu, misalnya
timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang
terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak
yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema
dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap
hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai
berikut:
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak
akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri
hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya
akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi
pihak tersebut.
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan
menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
Contoh konflik
Konflik Timur Tengah merupakan
contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbul kekerasan.
hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.
Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis.
Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo),
konflik di Rwanda,
dan konflik di Kazakhstan.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar